Foto: Aksi Mahasiswa 1998 |
Tak dapat dipungkiri, mahasiswa
merupakan satu elemen penting yang telah membawa Indonesia sampai pada
kehidupan demokrasi saat ini. Betapa tidak, pada era 1960-an gerakan mahasiswa
yang tergabung dalam wadah aliansi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia)
berhasil menyelamatkan rakyat dengan mengakhiri rezim orde lama yang pada saat
itu sudah tidak sehat. Dilanjutkan dengan perjuangan melawan rezim orde baru
yang mulai menyimpang pada era 1970-an sampai berhasil mengakhiri kedzaliman
rezim ini pada era 1998 dan memelahirkan era reformasi. Perjuangan juga terus
berlanjut dalam mengawal reformasi. Mahasiswa berjuang melalui lembaga intra
kampus seperti BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dan melalui lembaga-lembaga
ekstra kampus seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), KAMMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), dan
lain-lain (baca: Risalah Pergerakan
Pemuda dan Mahasiswa).
Kegemilangan gerakan mahasiswa ini
kemudian membuat banyak mahasiswa yang apatis
menjadi semangat juga untuk bergerak. Sampai-sampai membentuk lembaga-lembaga
mahasiswa baru, baik di bidang politik, sosial, ataupun keilmuan. Kini, hampir
seluruh fakultas, jurusan, bahkan prodi mendirikan lembaga sendiri mulai dari
struktur di kampus itu sendiri sampai struktur nasional. Belum lagi maraknya organisasi mahasiswa berbasis kedaerahan serta komunitas baru yang bermunculan sebagai ekspresi kaum milenial dengan berbagai kegemaran masing-masing. Hal ini tentu sangat
patut untuk kita apresiasi bersama, namun juga perlu ada evaluasi khusus dalam
proses perjalanan dan progres gerakannya.
Bila diperhatikan, kebanyakan dari pengurus
lembaga-lembaga mahasiswa ini hanya menjadikan lembaganya sekedar badan dan
nama saja tanpa gerakan yang signifikan. Program yang digulirkan hanya
musyawarah dan silaturrahim yang menjadi rutinitas tahunan dan menghabiskan
banyak uang. Tidak sampai mengeluarkan gagasan yang bisa ditawarkan sebagai
solusi permasalahan bangsa, apa lagi harus sampai pada aksi nyata. Yang menjadi
masalah, para mahasiswa ini justru nyaman dengan pergerakan yang sangat pasif
itu. Mereka seperti lupa bahkan tidak tahu kalau bangsa ini membutuhkan
perjuangan mahasiswa yang besar dan kuat seperti sejarahnya terdahulu.
Belum lagi lembaga ekstra kampus
terdahulu yang kini justru malah lebih sering berbenturan di dalam kampus dalam
memperebutkan kekuasaan. Ini semakin membuat bangsa ini menangis dan kehilangan
harapan untuk bangkit.
Indra Kesumah dalam bukunya “Risalah
Pergerakan Pemuda dan Mahasiswa” mengatakan setidaknya ada tiga aspek yang
menjadi konsekuensi identitas mahasiswa yaitu aspek akademis, aspek
organisasional, dan aspek sosial politik. Dua aspek pertama kini terlihat
sangat dinikmati oleh para mahasiswa sampai mereka melupakan aspek yang
ke-tiga, aspek sosial politik. Padahal pada aspek ini lah aktualisasi dan
pengabdian diri mereka pada bangsa yang sesungguhnya. Setidaknya ada tiga hal
yang perlu dilakukan oleh lembaga-lembaga mahasiswa ini.
Pertama, meluruskan kembali nilai
dasar perjuangan. Inilah hal mendasar yang harus dilakukan karena banyak
lembaga mahasiswa yang telah lupa dengan nilai dasar perjuangannya. Bukan lagi
mengedepankan kepentingan bangsa, melainkan hanya memikirkan kepentingan
kelompok, bahkan pribadi masing-masing.
Kedua, menguatkan sistem kaderisasi.
Ini juga tidak kalah penting. Ibarat sebuah rumah produksi dimana di dalamnya bahan baku
yang telah dipilih dan diukur harus mengalami sejumlah proses sehingga
menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah baik dari sisi harga maupun dari
sisi manfaat, maka sebuah lembaga pergerakan mahasiswa pun harus memiliki
serangkaian proses kaderisasi yang diharapkan mampu memberikan nilai tambah bagi
setiap orang (kader) yang masuk kedalamnya. Bila sistem kaderisasinya baik,
maka akan melahirkan kader yang baik pula. Sebaliknya, bila sistem
kaderisasinya buruk, maka tentu akan melahirkan kader yang buruk pula. Tidak
dapat dipungkiri, kader merupakan aset penting bagi setiap lembaga pergerakan
mahasiswa.
Ketiga, kembali mengambil peran
dan fungsi mahasiswa. Peran dan fungsi mahasiswa adalah sebagai iron stock (cadangan masa depan) dan agent of change (agen perubahan). Baik
dan buruknya sebuah bangsa bergantung pada baik buruknya pemudanya, khususnya
mahasiswa, karena mahasiswa inilah yang kelak akan menjadi stake holder
terpenting bagi bangsa ini untuk melakukan perubahan-perubahan nyata ke arah
yang jauh lebih baik.
Abu Azhar
(Aktivis Mahasiswa)
Posting Komentar