Oleh. Hasbullah
Dosen Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Mahasiswa program Doktor Pasca Sarjana IAIN Bengkulu
Pendidikan adalah suatu keniscayaan di dunia yang akan dilalui oleh setiap manusia, dalam rangka menuju manusia sebagai insan kamil. Sudah dipastikan akan menjadi suatu kekhawatiran yang besar jika meninggalkan generasi lemah, baik lemah fisik maupun lemah akalnya. Kehadiran lembaga pendidikan sejatinya diperuntukan untuk menjadikan manusia, agar pantas ditempatkan sebagai pengatur serta pengendalai kehidupan di muka bumi. Karena dalam pendidikan akan mengajarkan nilai-nilai keutamaan kehidupan secara menyeluruh dan luas.
Pendidikan menjadi satu jalur syarat untuk mendapatkan pekerjaan dan memantaskan diri dalam kehidupan di dunia.Bisa dilihat hari ini undang-undang menyampaikan bahwa seluruh guru harus memiliki tingkat pendidikan strata satu (S1) dan di utamakan mereka yang fokus dengan bidang pengajarannya karena akan mempengaruhi nilai akreditasi sekolah. Proses sertifikasi yang panjang, rumit dan memberikan peluang untuk mereka yang berani bertahan dan memiliki kualitas keilmuan dalam pendidikan. Selain itu pendidikan adalah tempat yang menawarkan serta menyajikan instrument untuk diri menjadi berkualitas baik secara intelektual, emosional dan spiritual. Sehingga dalam pendidikan akan hadir seorang nahkoda, agar berjalan pada jalan yang baik dan benar yaitu pendidik (guru).
Guru di musim pademi covid 19, mengalami paradigma prilaku baru. Guru sebagai seorang pendidik mengalami begitu banyak bergeser. Pergeseran itu terjadi baik dari sisi diri sebagai pengajar, pendidik dan juga penempatan perangkat pembelajaran. Guru oleh pandemic covid 19 diajak untuk menguasai kecanggihan alat komunikasi serta media sosial, sehingga bisa digunakan sebagai alat dalam belajar mengajar. Dari sini, Lahirlah kebiasaan, strategi dan metode belajar mengajar baru dimana di awa, bukan saja guru, bahkan wali murid, murid bahkan negara pun mengalamai tekanan suasana pendidikan karena diluar kebiasaan.
Setidaknya pandemi covid 19 melahirkan agenda-agenda baru dari pendidikan, ada yang bahagia namun juga banyak yang kesusahan. Keluh kesah menjadi yang biasa dan lumrah namun tidak ada gunakan, sebab proses pendidikan anak harus tetap berjalan. Namun, dapat kita rasakan guru sebagai suluh kehidupan tetap berjibaku berjuangan untuk tetap memberikan yang tebaik untuk semua siswanya. Maka sudah selayaknya guru mendapatkan tempat yang tinggi baik dimata wali murid dan terutama di tangan kebijakan pemerintah. Layak sudah, jika hari ini guru menjadi priotitas utama dalam usaha mewujudkan kehidupan yang sejahtera, namun rupanya pemerintah masih malu dan membuat tangga panjang untuk menjadikan guru pada kelayakan manusia seutuhnya.
Tentunya, dapat kita fahami bagaimana guru di awal pandemi harus beradaptasi dengan kehidupan baru dunia pendidikan. Melakukan proses belajar mengajar dengan tidak melihat langsung siapa muridnya. Tiap waktu, setiap saat bergelut dengan dengan hand phone (Hp), laptop dan mengawasi paket data serta memperjuangkan waktu agar dekat dengan koneksi internet. Memberikan kelonggaran pada pengumpulan tugas, kerja mereka bukan lagi 8 jam pelajaran, namun 24 jam seutuhnya memikirkan pelajaran. Mengajar bukan hanya di sekolah, sambil menyiapkan kehidupan keluarga pun guru melayani pertanyaan wali murid. Semua itu, seorang guru lakukan hanya untuk memberikan yang tebaik bagi pendidikan bangsa ini.
Begitulah kehidupan guru awala pandemi. Guru muda, tentunya tidak asing dengan itu semua, namun guru yang tua mendekati masa purna tugasnya dipastikan membutuhkan perjuangan agar faham dan menguasai. Akan tetapi dapat dilihat dan rasakan, mereka tetap berjuang dengan sekuat tenaga untuk memberikan yang terbaik bagi siswanya. Dengan segala macam jenis usaha mereka lakukan, agar murid yang di ajarnya mendapatkan pengetahuan serta mamahami dari ilmu yang disampaikan degan harapan menjadi generasi hebat nan cerdas.
Guru bukan saja sekedar mengajar saja melainkan ia hadir juga untuk mendidik. Mengajar menjadikan siswa menjadi pandai tentang pengetahuan yang dipelajarinya, menekankan pada kemampuan kognitif dan psikomorik. Mendidik lebih pada bagaimana seorang guru mampu membentuk jiwa dan watak peserta didik, artinya guru memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan potensi afektif yang ada pada diri seorang peserta didik. Ia sayangi siswanya bahkan melebihi sayangnya terhadap anak kandung di rumah, ia ikhlaskan waktu berlama-lama dengan siswa tanpa memikirkan lelah yang ada pada dirinya.
Guru senantiasa memberikan nasehat terhadap siswanya, dengan menghiraukan segala macam bentuk celaan dan cemoohan dari siswanya. Seorang guru akan senantiasa mengusahakan pencegahan terhadap akhlak tercela siswa, tanpa memikirkan keamanan dirinya. Sebab, bagi seorang guru mengamalkan pengetahuan yang dimiliki jauh lebih mulia dan bahagia. Oleh karenanya, guru akan senantiasa menjadi cahaya dalam kegelapan, pelembut kerasnya hati seorang siswa dengan kesabaran dan keikhlasan dalam menembarkan pengetahuan.
Kehadiran guru sebenarnya mengandung pesan dalam kehidupan ini, bahwa kita harus tetap bertahan dan terus maju dalam keadaan apapun hidup ini. Lihat guru bicara tentang keluh kesahnya, namun guru tetap saja datang dan mendidik siswanya. Maka guru merupakan diri, yang mana dalam dirinya ada suatu nilai tentang kolaborasi hidup, sehingga ketercapaian atas keberhasilan di dunia pendidikan tidak pernah di akusisi mutlak oleh seorang guru. Sebab guru sejatinya adalah seorang kreator dalam setiap perubahan kehidupan manusia bahkan alam semesta, karena guru mampu menyalurkan segala potensi kemajuan. Guru akan senantiasa membangun relasi dan berinteraksi untuk menghadirkan kebaikan secara luas dan menyeluruh. Guru adalah suluh kehidupan.*
إرسال تعليق